In Harmonia Progressio
Epos kepahlawanan dan segala citra di baliknya adalah fabrikasi. Ada pemenang yang menulis ulang seluruh narasi peristiwa-peristiwa tersebut, mengarahkan pandang khalayak pada satu titik yang dikehendaki.
Anjay, kayak pengantar-pengantar di Mata Najwa ya.
Tapi yah, belakangan saya semakin merasa terganggu dengan fakta-fakta bahwa rasanya sulit betul menjalani hidup dengan lurus-lurus saja. Hampir sama susahnya dengan menjaga perilaku sesuai tutur kata. Selalu ada persimpangan untuk menjadi seorang jahat nan bejat baik di bawah terang sorot lampu maupun mengendap-endap di dalam bayang-bayang. Sama saja dimana-mana, mulai dari lini masa media sosial hingga dingin-bekunya dinding-dinding kantor pemerintahan. Dalam banyak kasus, jalan hidup kita sama terfabrikasinya seperti epos-epos baik yang lawas maupun yang terkini dan ditentukan oleh yang punya kuasa. Struktur kuat dan kalau ada sedikit mencelat juga tak jauh kemana. Privilise katanya, barangkali benar juga.
Bahwa dikotomi benar salah dan hitam putih, dwi yang saling berselisih menjadi dasar pemikiran adalah benar belaka. Kita mewarisi nuansa, paradigma semacam ini dari para pemikir Yunani berpuluh abad yang lampau. Dunia ini, kata mereka, terbagi atas dua unsur, saling bertentangan dan saling mematikan dan makan memakan: gelap-terang, baik-buruk, tuhan-iblis, pria-wanita, sekali lagi dwi yang saling beroposisi. Oposisi biner katanya, barangkali benar juga.
Apa yang benar tidak bisa salah dalam satu kesempatan waktu sebagaimana Bunga Mawar tidak bisa menjadi bukan Bunga Mawar secara bersamaan. P dan non-P tidak bisa eksis dalam satu dimensi lurus ruang-waktu. Jika ia ditekuk barangkali lain persoalan tapi selama kita berada dalam jalur lurus, prinsip itu berlaku. Segalanya punya kamar yang berbeda-beda untuk tidur dan berperilaku.
Dan di atas fondasi ini kita merajah kemajuan.
Tidak ada yang terlalu penting di dunia ini, segalanya hanya berada sementara lalu larut ditelan proses dan dinamika. Tak ada yang abadi katanya, Pantha Rei. Barangkali benar juga.
scriptammanent