Awal

by hilaryreinhart

Sore ini, setelah selesai mengerjakan revisi satu lagi manuskrip publikasi di salah satu warung kopi favorit saya (Couvee Jakal, entah kenapa cocok sama kopinya dan vibes tempatnya enak) selama hampir 6 jam lamanya saya tertegun dan menulis postingan ini semata-mata untuk memecah beberapa keresahan saja sambil memulai 2022, dengan elegi tentunya.

Tahun ini banyak sekali hal berubah dan tentu saya siap sedia sambil terus eling lan waspada terhadap aneka rupa yang akan terjadi. Orang tua saya keduanya akan memasuki masa pensiun yang berarti, dukungan finansial yang selama ini masih sebagian saya nikmati harus berkurang secara signifikan. Mereka hebat, sudah punya tabungan dan aset dan niata untuk setidaknya tidak cawe cawe ke dalam urusan finansial anak-anaknya. Dari titik ini saya merasa lega betul yang selega-leganya. Sebagai tambahan, lewat tangan dan kantong orang tua saya itu saya mampu mendaku diri berkecukupan. Saya sadar betul privilege yang saya terima dan kini waktunya untuk mulai betul-betul berdiri sendiri. Barang tentu walau dibayangi kekhawatiran, saya merasa siap untuk itu.

Namun di balik hal-hal material, ada persiapan yang akan lebih menguras waktu dan emosi saya. Semakin orang tua saya menua, maka kondisi psikologis mereka semakin tidak menentu dan tentu saja, sangat wajar, di tengah kekosongan waktu-waktu pensiun orang tua saya akan semakin berhadapan dengan keresahan-keresahan eksistensial. Saya pernah mengalaminya waktu menghadapi eyang saya di senjakalanya. Tidak selamanya menyenangkan bahkan terkadang sungguh melelahkan namun demikian ini adalah penggal masa yang setiap orang akan menghadapinya, cepat atau lambat dan untuk itu, dengan segala apa yang saya punya, saya harus siap menghadapinya.

Banyak orang mengatakan bahwa usia 30 adalah salah satu turning point dan saya perlu mengamininya mengingat saya tengah pas betul berada di persimpangannya. Tak dapat mengelak, saya belakangan semakin merasakan sepi yang semakin pekat. Terkadang ia hadir dalam sekejap, terkadang mencengkeram lama di waktu-waktu tengah malam atau kala senja saat saya pulang kerja. Anyway and anyhow, it’s the part of the life. Cherishing this is the only thing to do.

Dan di tengah segala kekalutan itu saya agak terkejut bahwa saya masih mampu menemukan celah-celah untuk mengakui kelemahan saya dan ada waktu-waktu di mana saya dengan penuh kegembiraan mengakui bahwa saya tidak baik-baik saja. Ada hal-hal buruk yang terjadi dan melting down adalah salah satu coping mechanisms yang wajar. Tentu saja hal-hal tersebut perlu dilakukan pada kontek yang tepat, seperti di postingan ini misalnya, hehe.

Lagipula, hari ini saya banyak mendapat berita tidak enak. Anjing peliharaan saya diracun orang dan baginya yang sudah cukup babak belur dihantam dunia, hal tersebut hanya membuat manusia semakin jelek saja yang pada akhirnya menyeret saya ke sana. Tambahan pula, saya hendak banyak bercerita namun sedang tidak punya tempat. Ingin gitaran namun gitarnya sedang di tempat kawan dan saya lapar namun terjebak hujan dan tidak punya jas hujan karena motor saya tersangkut di rumah kawan yang lain.

Begitu lah, terkadang demotivasi dan elegi memang perlu disambut dengan senang hati. Sedikit gembira bahwa hujan telah reda. Sudah dulu ya, semoga besok bisa menampilkan postingan lain.

scriptammanent